kreatif pada tempatnya;

Arah Goyah #1

Tahun 2011 kemarin, terhitung saya sudah 3 kali pindah kantor/kerjaan. Perdana menjadi desainer grafis di sebuah EO yang mengurusi konferensi pemerintah dan institusi baik dalam dan luar negeri. Saya sempet dicibir juga oleh beberapa orang, "Katanya mau jadi entrepreneur..", tapi tak apalah, niat saya waktu itu untuk merasakan seperti apa sih rasanya jadi karyawan. Alhamdulillah, di tempat yang pertama ini saya dapat banyak pelajaran dan pengalaman, banyak juga hal-hal lucu yang saya temui :). Tapi tetap, walau bos dan manajer saya sudah memaksa untuk menetap di sana lebih lama, akhirnya di bulan kelima saya dibolehkan resign setelah 'ditahan' dua bulan di kantor yang bermukim di Lt.7 & 8 Office tower Hotel Kartika Candra, Gatot Subroto ini . Bukan masalah tidak suka atau kerjaan tak bisa diselesaikan... tapi hati ini yang selalu gelisah, "Bukan di sini tempatmu..", bisiknya.

Pencarian itu tetap berjalan. Setelah resign dari kantor pertama, tawaran langsung datang, yaitu diajak mengurus bisnis yang dibentuk oleh ayah saya dan teman-temannya. Saya pun didaulat untuk menjadi desainer grafis (lagi) + sedikit mengurus pengembangan bisnisnya. Awalnya saya sangat tertarik, karena nampaknya dapat lebih bebas dalam mengeksplor diri. Namun ternyata, persoalan orang dewasa itu tak semudah yang dikira. Akhirnya mati suri. Saya pun tak suka dengan keadaan seperti itu. "Bukan di sini tempatmu..", ah.. hati berbisik lagi.


Saya pun mengikrarkan untuk melanjutkan wirausaha saya yang sempat tertunda ketika mencoba menjadi karyawan. Seperti biasa, memulai dari awal lagi karena sudah lama ditinggalkan... saya tahu bahwa segala bisnis di awal selalu harus berkorban... namun lama kelamaan saya merasa dunia tidak memihak kepada saya. Ternyata di sekitar bulan Juni-Juli adalah momen kritis saya. Saya stuck,frustasi bahkan. Uang gaji yang saya kumpulkan untuk modal benar-benar habis saat itu. Banyak sekali hal yang terjadi di masa ini, kebimbangan terbesar saya dengan bertanya apakah saya cocok menjadi seorang pengusaha dimulai dari detik itu. Rasanya benar-benar memuakkan, cita-cita yang saya pupuk dari kecil nampaknya terlihat bodoh saat itu. Entah kenapa menjadi gelap, tak tergapai. Saya pun merasa kehilangan diri saya yang selalu dapat menyemangati. Entah kenapa, saya jadi tersadar bahwa selama ini saya hanya megalomania yang merasa akan menjadi seperti Sandiago Uno, Bob Sadino, atau Larry Page. Padahal siapa saya? hanya seorang biasa yang bahkan untuk mengurus diri sendiri saja belum bisa. "Bukan di sini tempatmu..", ah.. hati berbisik membenarkan. Saya makin frustasi, hati membenarkan; saya tak cocok jadi pengusaha.


Entah berapa bulan, saya sering merenung sendiri di kamar. Jadi pendiam. Susah tidur. Menangis entah berapa kali. Kurus. Gelap, bahkan saya takut dengan masa depan saya sendiri. Saya tidak tahu mau kemana. Pernah merasakan cita-cita dari kecil hilang dalam sekejap? Impian yang selalu membuatmu bersemangat tiba-tiba menjadi impian yang kau benci? Rasanya sakit sekali dan membuat linglung. Ya, saya tahu saat itu saya adalah pecundang, saya sadar saya pengangguran. Malu sekali waktu itu, saya tak punya uang... tapi saya sudah berjanji untuk tidak meminta uang orang tua lagi. Alhamdulillah masih ada sedikit simpanan di tabungan beruang keramik kecil saya dan beberapa hutang teman yang dibayar. Akhirnya lunturlah idealisme saya, dari saat itu saya mulai memasukkan lamaran kerja kemana-mana. Ya, pengangguran dan pecundang. Skill di bawah standar.Berbulan-bulan saya menunggu lamaran, tak ada panggilan sama sekali. Saya di rumah hanya tidur, merenung, dan (ini yang langka) membantu ibu di rumah. Saya jadi sering ngepel, nyapu... hal yang sangat jarang saya lakukan. Benar-benar tak ada panggilan... makin merasa hina saja diri ini. Minder. Apalagi mendengar teman-teman yang sudah asik dengan pekerjaan mereka. Gelap.

Hari berganti hari. Tetap sama saja. Saya semakin dirundung mendung.

Hujan. Ya, saya ingat sekali saat itu jam 2 siang dan hujan mengguyur Depok. Suasana hujan dengan mendungnya yang gelap makin menambah kesedihan saya. Saya berdoa saat itu, karena saya percaya doa saat hujan adalah doa yang lebih cepat terkabul. Namun, saya merasakan diri sudah tak semangat lagi berdoa, seperti mengejek Dia, "Sampai kapan mau mengujiku?!". Tiba-tiba ada telepon masuk. "Halo.. bisa bicara dengan Maula?", tanya suara di seberang sana. "Iya Pak, saya sendiri.. ada apa ya Pak?", "Saya menerima lamaran kamu, kamu bisa dateng besok untuk wawancara? nanti saya kasih alamatnya". Ah! ternyata telepon dari sebuah Advertising di daerah Tebet. Ada panggilan lamaran di sana! Ya saya dipanggil!. Subhanallah, luar biasa senang. Saya langsung lari kecil menuju ke kamar saya, menangis sejadi-jadinya. Meminta maaf kepadaNya. Pintu, ya semacam ada pintu yang terbuka dan ada cahaya di sana. Hati merasakan sesuatu yang tak pernah dirasakan. Allah... Engkau mengujiku, namun aku tak pernah sebahagia saat itu. Setelah puas tersedu, saya segera mengambil wudhu dan sholat sunnah sebagai tanda syukur, hujan tetap menemani. Sesekali saya masih terisak dalam sholat sunnah itu, beradu dengan isakan hujan di luar.

Besoknya saya sudah siap menuju Tebet untuk wawancara. Dengan kemeja rapih, celana bahan, dan sepatu kepunyaan ayah, saya berangkat dengan kereta ekonomi. Mata saya semakin kuyu saat itu, tapi senyum yang sudah lama tidak hadir rela hadir saat itu. Ya, senyum karena ada panggilan dari sebuah advertising. Ternyata advertising ini adalah cabang di Indonesia, dua cabang lain ada di Singapura dan Malaysia. Ah, perusahaan besar ternyata.. saya jadi grogi dan minder lagi.. mungkinkah diterima?

Wawancara pun dimulai. Terjadilah 'obrolan' panjang lebar. Beliau yang mengurus cabang di Indonesia masih belum bisa memastikan saya diterima atau tidak, ia belum percaya penuh kepada saya. Akhirnya, ia pun memberikan tugas kepada saya, disuruh membuat sebuah company profile untukProduction House dalam waktu 3 hari. Saya terima tantangan itu. Dalam perjalanan pulang menaiki bis menuju stasiun Tebet hati saya beradu. Di sisi hati ini ada rasa kecewa karena belum ada kepastian diterima atau tidak, namun di sisi lain ada rasa optimis untuk menyelesaikan tugas itu. Masih ada kesempatan, saya harus bisa. 

Sampai rumah, 2 hari kemudian.
Tugas selesai dibuat dan dikirim lebih cepat 1 hari. Saatnya bertawakkal, menunggu hasil. 

Esoknya.
Handphone berbunyi, bos advertising itu yang menelepon... saya angkat dengan harap penuh cemas, hati berdegup, "Maula ya? Kamu besok datang ya ke kantor, kamu sudah bisa mulai kerja besok ya..". Allahuakbar. Kamu pasti tahu kan seperti apa perasaan saya saat itu. :) 

Bersambung. Semoga ada sambungannya.. :)

Depok, 13 Januari 2012
MMNA
@maulaozier 

2 komentar:

hesty said...

bang, ini cerita bagus banget. gue baru tau ternyata lu pernah ngalamin galau kek gini juga. gue juga waktu masi nganggur sama kayak gini, hehe. btw, kok gada lanjutan ceritanya? pengusahanya jadi gak nih???

Toma said...

@ hesty: haha.. galau adalah manusiawi, tapi nulis kegalauan itu harus diakhiri hikmah :p .. lanjutannya ada, tapi lagi males nulis hehe..

© 2011 Pekerja Kreatif, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena