kreatif pada tempatnya;

Menangkap Mimpi

Nanggung

Jujur, dengan titel D3 ini rasanya nanggung. Sebenarnya, saya dahulu orangnya nggak ambil pusing dengan D3lah, S1lah.. bagi saya sama saja. Apalagi semenjak SMA sudah terdoktrin mind-set, "Nggak kuliah aja sukses. Lihat Steve Jobs.. dia DO!". Memang, belajar bukanlah masalah tempat.. belajar bisa di manapun, tidak kuliah juga bisa sukses kok. Sekilas hal itu benar, tapi tidak benar juga ketika itu menjadi pembenaran atas 'kekalahan-kekalahan' kita.

Saya dahulu mengikuti SPMB untuk melanjutkan kuliah ke Sistem Informasi UI dan hasilnya tidak lulus. Sedih sih, perjuangan belajar intensif selama satu tahun nampaknya sia-sia. Apalagi saat tahu mengerjakan SPMB dengan pensil HB, bodoh sekali rasanya, "Mengapa amat ceroboh untuk hal sebesar ini?". -Walau saya yakin, bukan pensil HBnya yang menyebabkan tidak lulus namun nilainya yang tidak cukup, tapi hal ini nggak akan pernah saya lupakan-. Diri ini pun mencoba move on dari kesedihan yang mendalam itu dan mengikuti Ujian Mandiri UIN Syarif Hidayatullah, alhamdulillah diterima di Sistem Informasinya. Ikut tes juga di PNJ, dapat pula Desain Grafis TGP. 



Saya sama sekali nggak ambil pusing memilih di antara dua pilihan: S1 Sistem Informasi UIN atau D3 Desain Grafis PNJ?. Pilihan jatuh ke PNJ. Simpel sekali alasannya: "Yang deket rumah aja deh..". Dengan berbagai lika-likunya, pengalamannya, kisah dakwahnya, saya merasa bersyukur dapat kuliah di Desain Grafis PNJ, walau saat di semester awal sudah mempersiapkan untuk ikut SPMB lagi tapi tidak jadi, karena sudah kadung menikmati perkuliahan. 

Setelah lulus dari PNJ, Kuliah saya urungkan, lebih memilih untuk bekerja dahulu. Entah kenapa saat itu belum tergebu untuk kuliah lagi.

Kuliah lagi?

Ya, itu pertanyaan yang selalu bergelayut semenjak mendengar nasihat Pak Elmir pembina Forum Indonesia Muda (FIM) di kediamannya.

"Kita harus terus belajar, berpendidikan setinggi-tingginya, jika bisa sampai S3 raihlah. Akan banyak hal baru yang kita ketahui.." [Pak Elmir Amin, Founder Forum Indonesia Muda (FIM)]

Hati saya bergemuruh saat itu, merasa diri ini masih sedikit sekali ilmunya. Sebagai manusia, entah kenapa saya merasa belum utuh. Apalagi melihat teman-teman FIM yang semuanya luar biasa dalam hal akademiknya, prestasinya, dan lainnya. Saya merasa tertantang dan ada rasa malu pula. Saya sekarang berada di dekat mereka, setidaknya harus seperti mereka. Setelah mendengar nasihat itu, nampak ada jalan panjang yang terbentang dan itu harus dilalui kedepannya:"Gue harus melanjutkan pendidikan!". 

Pilihan untuk melanjutkan pendidikan terjatuh pada Ekstensi Manajemen FE-UI. Lho kok ke FEUI? bukannya jurusannya desain grafis ya?. Hehe, sebenarnya passion saya selain di dunia IT (makanya mau ngambil Sistem Informasi dulunya) dan dunia desain, juga bergairah sekali dengan hal berbau bisnis. Semenjak SD, Maula kecil sudah berjualan. Mimpi untuk kuliah di Universitas terbaik di bidang bisnis atau manajemen juga sering terbesit saat kuliah di Desain Grafis PNJ. Juga dikarenakan dua adik saya dua-duanya di UI, yang satu pernah di Fisika UI yang satunya masih di Desain Interior UI.. ada rasa kesel juga waktu temen mengejek "Mol, lo doang yang nggak di UI hahaha.."

Saat mempersiapkan pendaftaran ekstensi, saya masih bekerja di Advertising Agency di daerah Tebet. Hal ini menyebabkan pikiran tidak bisa fokus belajar untuk tes Ekstensi Manajemen UI. Pokoknya ancur-ancuran jadwal kehidupan saat itu dan akhirnya fix cuma belajar 2 hari sebelum tes Ekstensi. Sempet frustasi karena tes yang diajukan adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan bahasa Inggris model TOEFL, untuk TPA sih tidak terlalu bermasalah.. namun ketika belajar bahasa inggris TOEFL.. oh dang!, saya nggak bisa apa-apa, ampun deh kalau bahasa inggris! jeblok banget! Muncullah keraguan karena belum siap dengan materi yang diujikan ditambah lagi keraguan berikutnya, klasik sih: masalah biaya. Biaya yang akan dibayar selama kuliah termasuk mahal. Sebenarnya kalaupun lulus, saya belum tentu akan melanjutkan kuliah, butuh sekitar 40 jutaan sampai lulus, uang darimana? Tapi, meyakinkan diri ini: "Tes aja dulu, diterima aja udah alhamdulillah, masalah biaya biar Allah yang ngurus!".

Di hari tes, benarlah dugaan saya. Soal TPA lancar saja mengerjakannya, namun ketika masuk ke tes kedua: bahasa Inggris TOEFL saya menyerah. Dari nomer 1 sampai terakhir nggak ada satupun yang saya tahu jawabannya. Hopeless. Ya sudah, daripada kosong kertas ujiannya, isi A aja semua. Begitulah.

Hari pengumuman ekstensi tiba. Login account, lalu lihat hasil. Sudah saya perkirakan hasil ujian itu, saya belum beruntung. Cukup lemas juga membacanya, tapi sadar diri dengan tragedi penembakan A itu. Move on. Saya pun fokus kembali bekerja.

 



Menangkap Mimpi

"Mimpi kok dikejar mulu, kapan nangkepnya?" -anonim

Hari-hari berlalu semenjak saya tidak (lagi-lagi) diterima di UI hehe. Pun setelah itu saya resign dari advertising agency di Tebet itu. Dimulailah kehidupan baru. Sahabat semenjak SMA, Fahry, mengajak untuk membuat sebuah usaha. Awalnya saya menolak karena masih kerja di Advert, namun ketika sudah resign saya bertanya kembali apakah usaha yang mau dibuat itu masih akan dilanjutkan? ternyata masih... akhirnya saya izin untuk bergabung membangun usaha ini dari awal. Alhamdulillah, usaha ini berkembang.. ada rasa syukur yang tiada henti di sudut hati ini, dapat menemukan pekerjaan yang sesuai passion dan 'sama sekali' tidak ada beban dalam bekerja, mengalir.. siang-malam juga dijabanin (walau kadang jatuh sakit).

Lanjut kuliah gimana? Mimpi lanjut kuliah masih ada. Namun impian itu mulai goyah pada akhirnya, "Ah.. kalau gue lanjut kuliah lagi keburu tua.. 2,5 tahun kuliah di ekstensi UI, lama juga... sekarang juga belum ada biayanya..". Akhirnya diri ini tanpa terasa mulai lagi masuk ke fase mengejar mimpi, tidak menangkapnya bahkan walau hanya sekedar mencoba menangkap. Tidak dilakukan.

Jejaring Hidup

Saya begitu menikmati pekerjaan di usaha baru bersama Fahry dan yang lainnya. Ada misi kemanusiaan di dalamnya. InsyaAllah keberkahanlah yang menenangkan dan menguatkan hati-hati kami dalam menjalani usaha ini. Ternyata, dalam dunia bisnis apalagi yang sudah masuk real-life kita akan menemukan hal-hal yang bikin ngenes dan hati akan bertanya-tanya 'Kok harus gitu ya? kenapa?'. Ya, saya menemui hal itu. Saat itu kami dapat proyek untuk membina UKM dari salah satu Pemkot di Jakarta, mereka butuh instruktur untuk binaan-binaan UKM mereka. Namun, ternyata kami mentok di masalah strata pendidikan kami, hanya D3... akhirnya kami tidak bisa menjadi instruktur, kecuali kalau kami mengajak lulusan S1 untuk menjadi instruktur. Jadilah, kami mengajak kenalan Fahry yang S1 expert di bidang kemasan dan merek untuk menjadi instruktur di proyek ini, mereka pun hanya datang 1 hari dan puluhan hari kemudian kami yang mengerjakan kerjaan itu. Apa daya, ada rasa bertanya-tanya 'Memang kenapa sih kalau D3? wong skill dan pengetahuan kami nggak jauh beda kok, malah kami juga yang buat materi pelatihannya..". Tetapi saya jadi inget dengan petuah Kak Anto, pemilik Bimbel BTA 8 Depok saat saya masih bimbel di sana saat SMA:

"Mol, kamu bagus punya pemahaman kalau titel itu bukan hal penting. Tapi kamu tinggal di Indonesia, kamu tetep butuh itu agar kamu bisa masuk sistem. Ya mau gimana lagi, sistemnya sudah terbentuk seperti itu."

Ya, saya sadar dalam dunia real-life apalagi di Indonesia ini ada hal-hal semacam itu, yang padahal tidak usah ada. tapi apa daya, kita nggak bisa naif ketika sudah bertemu hal seperti itu, kita harus mampu menyesuaikan namun idealisme kita harus tetap terjaga. 

Hal itulah yang menjadi salah satu keinginan untuk lanjut kuliah menjadi timbul kembali. 'Harus kuliah! untuk kemajuan perusahaan juga!'. Saya nggak tahu tapinya mau lanjut di mana lagi, UI? duh masalah biaya dan masalah waktu yang lama. S1 swasta? ada keinginan tapi masih ingin mengejar mimpi kuliah di tempat terbaik seperti UI. Galau.

Allah Maha Tahu. Saya Maha Galau. Allah tahu kegalauan saya... eng ing eng, saya dapat info ada pembukaan program Alih jenjang dari D3 ke D4 ITB Seamolec dari teman SMA dan kampus. Seamolec adalah Organisasi Menteri Pendidikan se-Asia Tenggara yang sudah berdiri semenjak 1965, mereka concern untuk membantu masalah pendidikan. Wah, saya tertarik untuk ikut seleksinya, mulailah browsing website Seamolec dan membaca satu-persatu info tentang program itu. Hmm.. ternyata ada beasiswanya juga, beasiswa unggulan dari Dikti... tapi minimal IPK harus 3,00 untuk mendapatkannya. Ngecek IPK di ijazah, ohh.. ternyata IPK di angka 3 koma sedikit hehehe.. bisa deh ikutan seleksi beasiswanya. Setelah membaca itu, saya merasa ada kesempatan kuliah lagi karena ada kesempatan mendapat beasiswa, berharap diri ini bisa mendapatkan beasiswa itu.

 



Saya mulai mempersiapkan segala hal mengenai berkas yang harus diberikan untuk seleksi program itu. Bertanya-tanya ke beberapa orang yang sudah pernah mengikuti alih jenjang tersebut. Pun juga mempersiapkan proposal bisnis 1-3 tahun sebagai salah satu syarat seleksi untuk jurusan Kewirausahaan yang saya pilih. Selesailah sudah persiapan-persiapan itu. Berkas sudah dikirim dan tinggal menunggu wawancara.

Hari wawancara tiba, saya diwawancara oleh salah satu pengurus Seamolec. Pertanyaanya simpel-simpel sih, namun perlu jawaban yang meyakinkan agar mereka berpikir bahwa saya memang pantas untuk lulus seleksi dan syukur-syukur diberikan beasiswa. Masih ngarep dapat beasiswa hehe. Retorika dan dialektika pun saya coba mainkan :p. Akhirnya sudah, semua beres. Tinggal menunggu hasil. Pulang ke rumah. Tawakkal.

Ada Nama Saya 

Hari pengumuman tiba, sebenarnya saya tidak tahu kalau hari itu pengumuman. Seseorang bertanya melalui sms: "Bang, diterima nggak ITB-nya?", saya bales, "Wah nggak tau, emang udah pengumuman ya?". Nggak dijawab, soalnya saya bales SMS itu sudah malam, apalagi yang SMS itu akhwat.. nggak bakal dibales kalau udah jam malam hehe. Saya pun mengecek sendiri pengumuman itu melalui website Seamolec.

Alhamdulillah, saya diterima. Ada nama saya di situ.

Syukur meresap deras dalam diri saya. Ada nuansa berbeda malam itu. Ah.. nampaknya reaksi kimia dalam diri sedang bekerja, menimbulkan efek asing yang membahagiakan. Namun, ternyata hasil pengumuman beasiswa belum keluar. Ah, jadi deg-deg-kan... 'Dapet nggak ya...?', tanya hati. Karena, kalaupun lulus namun tidak dapat beasiswa, saya juga ragu untuk melanjutkan kuliah karena masalah biaya, cukup besar juga.. hampir 20 juta-an. Dalam kebahagiaan itu, terselip juga penasaran mengenai dapat atau tidaknya beasiswa. 'Malam itu ditutup dengan doa: 'Ya Allah, semoga aku mendapat beasiswa itu..'





Tertangkap

Hari itu, 4 Juli 2012, saya ditugaskan untuk mengisi seminar tentang pemasaran di Palembang. Saya pun berangkat dengan Fahry. Anggota tim kami yang lain, Angel, menyusul di sore harinya. Di Palembang sungguh luar biasa animo pelaku UKMnya, kami pun sebagai instruktur merasa bahagia dapat berbagi mengenai ilmu pemasaran, kemasan, dan branding

Hari pertama pelatihan selesai. Lelah namun senang. Saya pun istirahat di kamar hotel untuk pelatihan hari kedua besok sambil browsing. Malam sudah mulai larut, saya iseng buka website seamolec, mungkin sudah keluar pengumuman beasiswanya. Web Seamolec pun terakses dan benar pengumumannya sudah keluar. Buru-buru saya membuka linknya dan mendownload pengumuman itu. Sudah terdownload pdf pengumumannya, bismillah... deg-deg-an pun menjalar saat data itu mulai terbuka. Saya scroll tabel yang berisi nama-nama itu, saya terhenti di nama saya. Muhammad Maula Nurudin Alhaq, Kewirausahaan, B. B? apa itu B?. Saya cari tahu... ternyata ada keterangan di bawah tabel itu.

B: Beasiswa. Alhamdulillah.

Reaksi kimia yang menyebabkan suasana asing itu bekerja kembali, namun dua kali lipat lebih membahagiakan. Senyum sumringah terkembang di wajah. Syukur kepadaNya tak lupa saya ucap dalam tarikan nafas kebahagiaan saat itu. Akhirnya, mimpi itu bukan lagi saya kejar, malam itu mimpi telah tertangkap. 

Awal bukan Akhir

Ya, ini bukanlah akhir. Ini baru awal. Jalan saya masih amat panjang. Ini baru pembukaan untuk kehidupan baru berikutnya, kehidupan yang menuntut untuk harus lebih disiplin, harus lebih dewasa, harus lebih rajin, dan siap dengan segala konsekuensi sebagai mahasiswa ITB Seamolec. Karena sudah banyak pendahulu yang putus di tengah jalan saat mengambil program ini karena tidak kuat dan tidak well prepared dari awal. 

Terakhir, mungkin selama 23 tahun ini saya belum pernah menyelamati diri saya sendiri. Mungkin sekarang waktu yang tepat untuk belajar menyelamati diri sendiri, 'Selamat ya Maula, tangkaplah mimpi-mimpimu yang lain. Aku selalu bersamamu.'.

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu” ― Arai (Sang Pemimpi)






Depok, 15 Juli 2012
Muhammad Maula Nurudin Alhaq
Marketing Communication RukemaPack
Mahasiswa D4/S1 Terapan Kewirausahaan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB 
Twitter: @maulaozier
Blog: http://pekerjakreatif.blogspot.com/

8 komentar:

Anonymous said...

Wow, it was amazing experience and achievement you've done so far.
I really admire your personality and your work.
I also have the same way of thinking about education that you've mention on the first few paragraph.
It's very inspiring and I hope someday I'll be able standing on same mound as you, even though I still trying to figure out about what I wanna do next.
Well, keep up the good work.

ps: I think your comment button was blocked by the advertise on the bottom.

Toma said...

Hello Pandu.. gile gue roaming baca tulisan lo hehehe..

Tengkiu.. kadang memang pemahaman kita seiring berjalannya waktu dan melewati pengalaman-pengalaman akan berubah, semoga perubahan itu akan positif :)

Oiya, sipp. gue bakal coba memperbaiki baris komennya yang keblok sama iklan hehe

Unknown said...

ka bagus banget pengalamannya,kebetulan saya baru mau lulus tahun ini dari smk mau masuk pnj,inspiratif banget buat ntar mau lanjut ke s1 bahkan s3,aamiin :)apalagi smk tehnik kalo mau masuk universitas negeri saingan lulusan SMAnya itu sulit dikalahkan karna kita lebih banyak praktek daripada pendalaman teori

Ikhwan Darmawan said...

inspiratif bang, gak ada kata menyerah dari pengalaman yang abang jalanin, saya jadi malu sama diri saya sendiri, saya kuliah dibayarin orang tua tapi di kampus cuma main2..
semoga sukses kedepannya bang...
thanks pengalamannya...

Permata Biyan S said...

Takjub bacanya. Sekarang saya baru lulus SMA dan masih galau masuk kuliah dimana. Jujur, emang sakit rasanya di tolak ptn yang bener bener diharepin. Tapi saya inget kata guru saya bang, 'ditolak bukan berarti gagal, bisa jadi bukan jodohmu disitu'
Pas baca tulisan abang, saya paham. Mungkin jodoh abang bukan ui, tapi di itb. Dan itu lebih waw buat saya. Dan saya juga jadi paham, mungkin jodoh saya bukan di ptn yg kemarin saya tembak(duilah tembak), tapi di univ lain yang in shaa Allah terbaik untuk saya. Oh iya saya juga ikut D3 pnj desain grafis dan sempet bimbang tentang title 'D3'nya. Tapi sehabis baca blog abang ini(lagi) saya paham, rejeki itu di tangan Allah dan kalau emang udah rejeki, gaakan lari pas kita kejar. Terimakasih bang, sungguh inspiratif.

puyman said...

Kisah hidup yg inspiratif, semoga hidup mu seterusnya selalu membawa manfaat untuk kehidupan. Amin

Unknown said...

inspiratif banget ceritanya.

Unknown said...

inspiratif banget ceritanya.

© 2011 Pekerja Kreatif, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena