kreatif pada tempatnya;

Kang Aden Edcoustic Meninggal

Pagi ini, ada yang beda. Saya mendapat kabar salah satu munsyid yang saya kenal dari SMP lewat lagu-lagunya telah meninggal semalam. Kang Aden Edcoustic meninggal setelah berbulan-bulan melawan penyakitnya. Ada yang bertanya Kang Aden Edcoustic meninggal karena apa? kabar yang saya dapat karena penyakit Maag akutnya. Innalillah...

Kang Aden bersama Edcousticnya telah ikut mewarnai perjalanan hidup saya secara tidak langsung. Walau hanya sekali bertemu saat beliau konser dahulu. Masih inget dulu ketika SMP beli kasetnya yang saya terkagum melihat covernya yang moderat banget; waktu lagu Kamisamanya jadi lagu pembuka untuk program saya saat siaran di radio remaja Islam Depok dulu; dan lagu-lagunya dari dulu yang tersimpan dalam mp3 dan handphone telah menemani dalam berbagai perjalanan. 

Lewat karyanya, ia mengubah cara pandang saya, membuat saya lebih bersabar dalam menghadapi masalah, dan memberikan inspirasi dalam berkarya. Selama 7 tahun ini yang saya kenal ia adalah munsyid hebat dengan kalimat-kalimat penuh makna. Saya tidak tahu latar belakang beliau seperti apa, hingga memang benar bahwa kematian bisa membuka kisah-kisah seseorang yang selama ini tidak kita ketahui. Dan, hari ini saya baru tahu bahwa orang yang sudah 7 tahun saya kenal lewat karyanya memiliki sejarah yang tidak saya duga; tentang keberanian memilih masa depan. Inilah tulisan Kang Aden yang patut dibaca. Semoga bisa kita ambil keberaniannya.



Kang Aden Edcoustic meninggal, tapi karyanya tetap hidup.


______
::KELUARLAH DARI ZONA AMAN, JIKA INGIN CIPTAKAN MASA DEPAN::

Ada satu hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Hari dimana kompas hidupku berubah. Hari itu menciptakan masa depanku seperti saat ini.

Awalnya memang sepele, gara-gara ketinggalan kereta saat akan bekerja di Timezone. Siang itu aku rasa Allah sudah mentakdirkan aku tertinggal kereta. Sebetulnya bisa saja aku cari alternatif lain, naik angkot misalnya. Meskipun harus 3-4 kali naik turun angkot. Tapi aku putuskan hari itu tidak masuk kerja. Ini kesempatanku daftar kuliah di IAIN Sunan Gunung Djati (Sekarang UIN), Bandung.

Maka aku menelpon pihak Timezone, memberitahukan kalo hari itu aku tidak bisa masuk kerja karena tertinggal kereta. Alasan yang ditolak pihak manajemen, dan memasukkan absenku sebagai langkah mangkir kerja. Tidak apa, toh ini hanya sekali saja. Demi suatu perubahan bagi hidupku kelak.

Datanglah aku ke kampus UIN di cibiru. Sudah beberapa bulan ini aku berniat untuk berkuliah, tapi selalu saja ragu. Padahal aku sudah punya tabungan untuk awal masuk kuliah, dari uang gaji Timezone yang tak seberapa. Dan baru kali itu aku beranikan diri mendaftar.

Kekhawatiranku beralasan. Jika aku kuliah nanti, pasti harus melepas pekerjaanku di Timezone. Itu artinya aku akan kehilangan sumber pendapatan. Darimana membiayai semuanya jika tak bekerja? Timezone adalah zona aman untuk bisa hidup dengan pendapatan tetap tiap bulannya.

Disisi lain aku ingin ada perubahan hidup. Berkuliah tidak hanya mengejar gelar sarjana saja. Yang penting adalah ilmu dan lingkungan akademik, dari lingkungan itu aku bisa masuk pada jaringan orang-orang sukses. Itu modal penting berkuliah. Ambil dan praktikan ilmunya, kemudian kuatkan jaringan kita.

Aku berkaca pada diri sendiri, apa mau seumur hidup menjadi pelayan toko? Membersihkan mesin tiap pagi, lalu mengusir orang yang meroko atau makan diarea permainan. Bagaimana dengan mimpi-mimpimu yang sudah dirancang?

Maka hari itu aku beranikan diri untuk keluar dari zona aman. Aku ingin menciptakan masa depanku sendiri. Aku mendaftar, lalu beberapa minggu kemudian ikut ujian masuk. Dan lulus.

Melihat kertas kelulusanku, mama duduk terdiam. Ia tak tahu harus membiayai kuliahku dari mana. Aku lalu berkata,

“Mama jangan risau. Biar aku sendiri yang mencari uang untuk biaya kuliah. Aku hanya minta doanya saja, semoga bisa lancar dan menjadi sarjana”

Disaat yang sama aku resmi keluar dari Timezone, dan belum punya rencana apa-apa untuk penggantinya. Yang jelas harus mencari kerja paruh waktu, agar aku bisa menutupi biaya kuliahku selama empat tahun kedepan.

Dalam hitungan tiga bulan uang tabunganku ludes oleh semua biaya kuliah. Sungkan rasanya untuk meminta uang pada mama, meski ia selalu menyisihkan 3-5 ribu untuk ongkos kuliahku setiap hari. Pengorbanannya terlampau besar untukku. Maka aku putar otak untuk bisa membayar uang semesteran.

Jurus ilmu kepepet memang benar-benar ada. Disaat kita terdesak oleh kebutuhan maka otak kita bekerja dengan tingkat dewa. Akhirnya aku menjual jasa pada tetangga-tetanggaku sebagai guru privat sekolah atau mengaji. Dan dengan posisiku sebagai mahasiswa itu sangat mudah. Mereka percaya, karena aku bertitel mahasiswa.

Aku hidup dikompleks perumahan. Karakter masyarakat kompleks adalah punya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan anak-anaknya. Jadi berbisnis les privat sangat dibutuhkan orang-orang kompleks. Mereka tak segan-segan mengeluarkan kocek besar agar anaknya bisa les. Dengan gelar anaknya di-les-kan pun itu sebuah prestise buat ibu-ibu, maka aku lumayan laku dari mulut kemulut, menitipkan anaknya belajar.

Selama empat tahun jadi mahasiswa aku bekerja paruh waktu sebagai guru les privat. Dan itu cukup efektif untuk membiayai kuliahku. Ternyata keluar dari Timezone, apa yang aku khawatirkan sangat mengada-ada. Toh buktinya aku masih bisa kuliah dengan lancar. Dan berhasil lulus sebagai sarjana kurang dari lima tahun.

Dari bangku kuliah itulah aku menemukan banyak teman yang sampai saat ini sangat berjasa menciptakan masa depan yang sudah aku rancang. Apa yang aku impikan dahulu kini satu persatu terwujud. Aku sangat bersyukur.

Seandainya hari itu aku tetap bekerja menaiki 3-4 angkot, mungkin aku tidak akan bisa kuliah. Ceritanya pasti tidak akan seperti sekarang. Kalau saja hari itu aku tidak mendaftar, mungkin tak ada kesempatan membuat Edcoustic, menciptakan lagu Ketika Cinta Bertasbih. Tak ada Muhasabah Cinta, tak ada album-album Edcoustic, tak ada semuanya.

Mungkin aku sekarang masih di Timezone, membersihkan mesin dipagi hari, melayani pelanggan yang marah-marah karena koinnya kurang. Melayani teman-temanku sekarang yang mungkin takkan ku kenal, bermain mobil Daytona atau membersihkan kencing anaknya di mainan kuda-kudaan.

Hiduplah seperti yang kita impikan, jangan hidup dalam kepura-puraan dan penuh tekanan. Biarkan kita yang menciptakan masa depan dunia. Untuk bisa seperti itu, kita harus berani keluar dari zona aman..

Sumber: http://adenlife.com/2012/07/22/keluarlah-dari-zona-aman-jika-ingin-ciptakan-masa-depan/

"Bagiku hidup adalah berkarya. Sebab petualangan perlu dicetak menjadi karya. Meski itu sedang menangis atau tertawa. Semua menjadi sebuah karya. Sesuatu yang bisa dimanfaatkan olehku dan oleh orang lain. Selagi Tuhan masih memberiku waktu, berarti selama itu pula aku akan terus berkarya. Dan jika aku mati nanti, biarkan karya-karya itu menjadi warisan berharga generasi selanjutnya." --(Aden Edcoustic)


Kang Aden Edcoustic memang telah meninggal, tapi karyanya akan terus hidup.

Allahummaghfirlahuu warhamhuu wa ‘aafihii wa’fu ‘anhu. Selamat jalan Kang Aden.
Read More

Hotel, Izinkan Aku Menidurimu…

Hotel; apa yang ada di benak lo ketika mendengar kata itu? Jujur, gue ini besar di kampung, mendengar kata itu yang muncul adalah: MEWAH. Ketika dulu lagi zaman Playstation,  di kampung gue yang punya barang mewah itu cuma satu orang, dan dia langsung dianggap dewa, banyak pengikutnya. Oiya, dan gue bukan si dewa itu, gue salah satu pengikutnya.

Yah, makanya semenjak dulu gue gak pernah tuh kebayang bakal nginep di hotel mewah gitu. Bahkan ketika itu gue menganggap bioskop adalah tempat mewah juga, lo bisa bayanginlah bioskop aja gue anggap mewah apalagi hotel, udik banget deh gue dulu (sekarang juga sih).

Hingga akhirnya waktu berjalan, gue pun mulai punya kesempatan untuk menginap di hotel. Pertama kali gue nginep di hotel itu pas ada kerjaan dari kantor di Ambon. Gue lupa bintang berapa, yang pasti bukan bintang 8 yang kalo di MLM bisa dapet mobil mewah. Di hotel itu, akhirnya gue bisa merasakan tidur di atas kasur empuk nan mewah dengan televisi channel seluruh  dunia. Hingga di kamar mandi pun gue dengan noraknya berendem lama-lama di bathup bagai bintang porno sabun di TV, untung gue nggak mati kelelep.

Pengalaman-pengalaman menginap di hotel sebenernya banyak banget buat orang udik kayak gue, misal ketika gue bingung membuka pintu hotel dengan kartu yang ada sensornya. Ketika gue berhasil membuka pintu itu dengan bunyi ‘tit tit’, gue serasa mengalami kemajuan dalam teknologi 100 tahun lebih maju. Gue merasa jadi bagian masyarakat super hi-tech yang cuma 1% populasinya di dunia ini, padahal mah cuma buka pintu hotel dengan kartu, bayi juga bisa asal punya tangan.

Oke, sampai saat  ini gue masih cukup udik walau udah ada kemajuan sedikit.  Rasa penasaran gue untuk memperkosa hotel-hotel masih besar, ditambah lagi gue juga punya jiwa travelling yang berkembang pesat semenjak kecil; ketika gue dulu pernah kabur dari rumah dan ketangkep di gang, nggak jadi deh kabur dari rumahnya. Gue suka jalan-jalan, entah udah berapa tempat yang gue kunjungin di Indonesia ini. Agar gue nggak lagi-lagi tidur di masjid, di stasiun, di pangkuan wanita, atau di kosan temen, maka gue berharap bakal ada rezeki runtuh dari langit untuk gue agar bisa nginep di hotel yang mewah.

Akhir tahun 2013 ini gue penget banget jalan-jalan ke Cirebon, gue sangat tertarik dengan Kota Udang dan Kota Wali ini, apalagi gue juga suka lagu-lagu Wali terutama yang judulnya “Cari Jodoh” (oh itumah Wali Band ya? Beda sama Wali beneran). Budayanya unik banget, gue pernah punya dua temen dari Cirebon, yang satu pakai bahasa Jawa yang satu pakai bahasa sunda, gue sempet bingung bahkan berpikir bahwa Cirebon itu adalah dua daerah dengan satu nama. Nah, gue pengen  menguak rahasia keunikan itu; sebenarnya Cirebon itu ada berapa, mengapa bisa ada dua bahasa. Ini misteri banget, tingkat kemisteriannya ada di bawah misteri kiamat kapan datengnya.

Balik ke ngomongin hotel, gue ke Cirebon nggak mau lagi tidur menggembel, alhamdulillah di akhir tahun ini gue dapet rezeki runtuh dari langit. Ini kesempatan gue buat nyobain hotel terbaik di kota Cirebon sambil mencari rahasia dua bahasa dalam satu daerah itu. Akhirnya gue nanya ke penasehat terbaik gue, ya, mbah Google namanya, dia sudah cukup tua jadi gue yakin tingkat kebijaksanaanya dalam memberikan jawaban pasti melebihi gue yang cukup bijaksana ini. Akhirnya gue bertanya kepada mbah Google:

“Mbah, hotel terbaik di Cirebon apa? tolongin gue dong mbah, kalau nggak jawab gue tunda gaji lo bulan depan lho!”

Akhirnya mbah Google langsung ngasih jawaban tanpa loading, biasanya dia loading lama banget, berarti ampuhlah ya kata ‘tunda gaji’ itu. Mbah Google menjawab dengan kebijaksanaannya:

“Wahai pemuda paling ganteng sedunia, yang mulia, yang dihormati, yang twenty nine my age, hotel terbaik di Cirebon adalah Aston Cirebon Hotel & Convention Center, jangan tunda gaji hamba tuan yang mulia, hamba belum bayar cicilan server bulan ini…”

Oke, gue akhirnya dapet jawabannya bahwa Aston hotel terbaik di Cirebon. Hmm… gue baru denger pertama kali sih hotel ini, gue akhirnya nyoba mencari tahu lebih dalam. Gue pun mencoba googling lagi mengenai gambarnya si Aston ini. Dan apa yang terjadi? WOW, gue berlonjak-lonjak senang. Hotelnya bagus banget, apalagi ada gambar mba-mba hotel Aston yang bening-bening, makin baguslah hotel ini. Gue tersenyum senang, nampaknya keudikan gue bakal  muncul lagi.



Rezeki emang nggak kemana, gue rasa akhir 2013 ini bakal ditutup dengan kenangan yang indah, gue harap sih gitu. Semoga gue juga bakal dapet jawaban mengenai rahasia dua bahasa itu, kalau udah gue temukan mungkin gue akan buat buku yang dijual di seluruh toko buku Indonesia dengan judul “Rahasia Dua Bahasa di Cirebon Dengan Pendekatan Riset Mendalam Oleh Seorang Ganteng”, pasti best seller dibeli sama pembantu-pembantu buat tempat jebakan lem tikus. Oiya, kali aja bisa dapat jodoh juga di sana dengan hobi jalan-jalan yang sama, tapi udiknya jangan deh. Kok jadi curhat terselubung sih?

Aston! I’m coming! Izinkan aku menidurimu…
Read More

Lomba Kewirausahaan 2013


Read More

Keputusan #1

Langkah Awal

Sebut namanya Ray, ia adalah seorang pemuda cerdas yang sibuk membangun sebuah perusahaan kecil miliknya. Ia sedang mencari jalan untuk membuat keputusan yang baik (bahkan terbaik), agar kehidupannya lebih sukses dan meminamilisir tingkat stresnya selama ini. 

Beberapa bulan ini, Ray mengalami masa-masa terburuk dalam hidupnya. Keputusan yang dia ambil akhir-akhir ini berakibat sangat tidak baik untuk kantor, organisasi, dan juga kehidupan pribadinya. Walaupun dia tidak banyak membuat keputusan yang buruk selama ini, tetapi entah kenapa semakin lama banyak keputusannya yang menciptakan masalah besar untuknya. 

Ia bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa ia nampak berbeda dengan dulu. Ray merasa harus berhenti sejenak untuk menemukan solusinya. "Nampaknya diriku sedang bermasalah...aku harus melakukan sesuatu yang baru dalam hidupku...", gumamnya. 

Setelah mencari beberapa referensi dan saran dari teman dan internet, akhirnya ia memilih untuk mendaki gunung, rasanya gunung adalah tempat yang tepat untuk mencari jawaban dari pertanyan-pertanyaannya. Gunung akan memberikan banyak pelajaran menurutnya, karena ia sering mendengar bahwa gunung adalah miniatur kehidupan. Manusia akan terlihat karakter aslinya ketika mendaki gunung. Siapa yang egois, siapa yang tulus, siapa yang pemalas, siapa yang dapat mengendalikan diri, semua karakter akan muncul sendiri dalam pendakian. Ya, Ray merasa ia akan lebih mengenal dirinya sendiri. Ia berharap dapat mengetahui bagaimana seharusnya ia menjalani kehidupan dan bagaimana mengambil keputusan terbaik dalam hidupnya. 

Ray baru pertama kali naik gunung. Ia sama sekali awam mengenai pendakian ke gunung, apalagi gunung yang ia naiki termasuk tinggi dan sulit untuk ditaklukan. Tapi karena dia sadar  masalah-masalah yang ia hadapi dan merasa gunung adalah solusinya, ia pun memutuskan untuk memberanikan diri alias nekat untuk mendaki gunung. Bermodal searching dari internet, ia sepakat mendaki dengan sebuah kelompok pendakian yang ia temukan di internet juga.

Ray pun mempersiapkan semuanya, baik fisik juga perlengkapan yang harus dibawa, sesuai arahan sang ketua pendakian lewat email.

Suatu Gunung di Indonesia.




Hari ini seharusnya Ray berkumpul di titik awal keberangkatan dengan kelompok pendakian itu sebelum mendaki. Namun ia terlambat, lama sekali terlambatnya. Ia harus menyelesaikan sebuah kerjaan bisnis mendadak yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya setelah koordinasi dengan ketua tim pendakian, ia disuruh untuk menyusul saja dan mereka akan menunggu Ray di batu pertama. Ray diberikan arahan. Ia pun bergegas menuju gunung itu. 

Ray telah sampai di wilayah gunung. Sebelum mendaki, ia mengurus adminsitrasi untuk perizinan menaiki gunung. Setelah selesai mengurus prosedural itu, ia bertanya-tanya kepada petugas mengenai batu pertama. Petugas memberikan arahan menuju batu pertama, memperjelas arahan Ketua Pendakian. 

Ray sudah siap. Ia berada di depan gapura masuk. Kakinya gemetar, jantungnya berdegup: "Aku merasa lebih hebat hari ini, ini akan jadi sejarah buat hidupku... Semoga aku bisa mendapatkan jawabannya di gunung ini!". 

Tanpa rasa takut, Ray mulai berjalan. Ia akan menyusul kelompok pendakian yang sedang menunggunya di batu pertama. 

Bersambung...

Read More

Keputusan (Mukadimah)

Udah lama nggak nulis di blog dan hari ini saya memutuskan untuk menulis blog (dengan rutin - doa). Why? banyak alasannya, salah satunya karena saya terinspirasi dari buku luar yang dikarang oleh Spencer Johnson berjudul "Yes or No - Panduan Membuat Keputusan Yang Lebih Baik". Buku ini tidak tebal, bahkan cenderung tipis tapi sangat filosofis. Sehingga setiap bait itu harus dicerna dan saya menyukai nuansanya.



Menceritakan tentang seorang anak muda cerdas yang bimbang dalam hidupnya. Ia sering membuat banyak keputusan yang salah, sehingga membuat kehidupan organisasi, bisnis, dan juga pribadinya jadi bermasalah. Ia ingin menemukan bagaimana caranya membuat keputusan yang terbaik. Yap, buku ini memang model story telling, sangat pas untuk model manusia seperti saya.

Saya banyak mengambil pelajaran dari buku ini dalam memahami apa arti 'Keputusan', sangat reflektif dengan apa-apa yang saya alami. Tips yang diberikan adalah kunci praktis, sangat empiris menurut saya sehingga pemahaman memahami kunci itu akan beragam tergantung pengalaman tiap orang.

InsyaAllah, saya akan mencoba menulis beberapa tulisan/artikel yang saya ambil inspirasinya dari buku ini. Ya, namai sajalah artikel serial 'Keputusan', berseri entah sampai berapa.

Mulai dari mukadimah ini, doakan saya bisa rutin tiap pagi menulis blog. Inilah keputusan saya.

@maulaozier
FB Maula
Read More

Sesederhana Kejadian


Pagi itu kami sedang asik mengobrol di Kosan. Asik membicarakan wanita tercantik di kampus, mengomentari gaya baru rambut seorang dosen, hingga serius berbicara tentang politik Bandung. Aku berdua dengan temanku, kami selalu begini setiap hari. Ditemani kacang dan secangkir teh hangat. Namun, pagi ini berbeda.

"Bakar, bakar! telanjangi! telanjangi!"

Sayup-sayup aku dengar teriakan, tak jauh dari kosan. Kami terdiam sebentar. Aku mencoba mencerna sayupan tadi.

"Maaliiinnggg ketangkaaap!"

Seorang bocah menjawab pertanyaan tersembunyiku, ia teriak-teriak sambil berlari di gang kosanku. Aku dan sahabatku beranjak dengan cepat dari ranjang. Lupa sudah apa yang kami bicarakan tadi, nampaknya ini lebih seru daripada membicarakan Gita, wanita yang setiap hari jadi bahan obrolan kami.

Dengan sendal dan muka yang belum dicuci, aku berlari kecil menyusuri gang. Gang  yang selalu sempit, tidak cukup dua motor. Tapi aku suka lekukan-lekukannya, seperti labirin yang memacu otak. Nasib anak kos yang tidak punya budget besar, pasti menyewa di ujung kampung seperti ini. 

Sedikit tersengal karena jarang olahraga, aku melihat warga telah berkerumun di dekat kios handphone milik Kang Suaib. Aku bergegas mencari tahu. Kuterobos kerumunan itu dengan paksa, orang-orang melirikku dengan lirikan tak suka, merasa 'antrian'nya diselak. Sesak sekali, tapi tetap kucoba menerobos.

Aha itu dia! Sekarang aku tahu siapa sumber keramaian pagi ini. Aku coba meyakinkan kejadian di depanku. Kutelan ludah satu-satu. Tiba-tiba, rasa jijik menjalar dalam tubuh ini, ya! aku melihat seorang bapak kisaran 45 tahun dalam posisi melingkar, berusaha menutupi tubuhnya yang telanjang, lebih tepatnya ditelanjangi. Pakaiannya dilucuti, ada di sampingnya. "Bakar, bakar!". Sorak sorai itu masih terdengar sahutannya. Beberapa orang berkesempatan menendang tubuh dan kepala bapak itu. Beberapa bagian tubuhnya memar dan kepalanya sedikit berdarah, bercampurlah uban yang memutih dan darah merah segar. Untung saja, sudah ada aparat di sana. Kondisi brutal dapat diminamilisir. Aku pusing melihat darah.

Aku yang tak kuat melihat darah langsung berusaha keluar. Aku menyesal, kenapa tadi memaksa menerobos, sekarang di kepalaku tergambar bapak 45 tahunan tadi. Mual dan Jijik. Aku belum tahu, sebenarnya apa yang bapak itu lakukan hingga hukum warga terealisasi pagi ini. Apakah dia Maling? seperti teriakan bocah yang tadi melewati kosku?

"Pak, itu maling ya? maling apa Pak?"
"Nyuri handphone dek, ketahuan."

Pagi itu, rasa kasihan ditelanjangi kalah oleh rasa puas: mengenai kejahatan yang dapat ganjarannya."Rasakan! makanya cari uang yang halal!", kataku dalam hati, menyerapahi bapak 45 tahunan itu.

***
Bandung. Dalam gang sempit, tetap di kosan daerah Tubagus Ismail.

Aku sendirian di kosan, sahabatku pulang mendadak ke Jakarta kemarin, orang tuanya sakit. Aku merenung pagi ini, bukan merenungi Gita, bukan merenungi rambut dosen ataupun politik Bandung. Aku merenungi kejadian 3 hari yang lalu, bapak 45 tahunan itu. Entah aku harus marah ke siapa. Di kampus kemarin, bapak 45 tahunan itu dibicarakan, ternyata Ruth adalah tetangga dari bapak itu. kabar terakhir, bapak 45 tahunan itu kini mendekam di penjara.

"Bapak Kasim itu orang baik. Sangat baik bahkan. Sangat sederhana, kerjaannya sebagai tukang reparasi jam jalanan. Ia amat pendiam. Makanya aku kaget pas tahu dia mencuri handphone, kok bisa ya...", Ruth menghela nafas, nampaknya ia masih belum percaya kejadian itu.

"Maling tetap maling menurutku Ruth. Bisa jadi selama ini hanya kamuflasenya? Lalu Ruth, kamu tahu kenapa bisa begitu?", tanyaku yang diawali opini tajam. Mata Ruth sedikit berkaca.

"Kamu nggak tau Rey, jangan asal menjudge dia. Aku tahu kenapa dia melakukan itu...", Ruth menggigit bibirnya.
Aku diam. Aku membiarkan Ruth melanjutkan ceritanya.
"Pak Kasim punya anak perempuan, masih SD... ia sayang sekali dengan anaknya. Tapi entah kenapa semingguan anak itu mendiamkan Pak Kasim, setelah dicari tahu ternyata anaknya ingin handphone seperti teman-teman di sekolahnya. Namun, Pak Kasim tidak punya cukup uang. Pendapatannya dari mereparasi jam berapa sih? ia merasa bersalah dan tidak mau didiamkan terlalu lama oleh anaknya.. dan akhirnya ia terpaksa mencuri handphone itu... aku juga nggak mengerti kenapa Pak Kasim melakukan hal itu...", Mata Ruth makin berkaca-kaca. 

Aku terdiam. Salah tingkah. Setetes dua tetes air mata Ruth menyilangi pipinya. Kurogoh tasku dengan buru-buru, mencari tisu yang belum habis dari seminggu lalu. 

"Bubuuuurrr!", terdengar teriakan abang bubur yang setiap pagi menawarkan dagangannya. 

Lamunanku kemarin bersama Ruth buyar. Pembicaraan kemarin membuat aku jijik terhadap diriku sendiri, tentang pembenaranku atas: 'kejahatan yang dapat ganjarannya'. Aku tahu Pak Kasim salah, tapi aku tahu bahwa Pak Kasim tidak sepenuhnya salah. Entah aku harus marah ke siapa? ke pemerintah? ke Pak Kasim? ke warga? ke anak perempuan Pak Kasim?

Pagi ini aku mengurai benang semrawut ini. Aku jadi marah terhadap anak Pak Kasim, mengapa ia mendiamkan bapaknya? mengapa ia tidak tahu kondisi keluarganya? walau aku tahu ia masih kecil dan belum mampu memahami sejauh itu dan itu hal yang wajar, iri terhadap apa yang dipunya temannya. Tapi, aku juga marah terhadap Pak Kasim! mengapa ia melakukan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dilakukan? ia terlalu berlebihan! apakah rasa cinta juga gelisah didiamkan anaknya membuat logikanya buta?

Mengapa harus terjadi? Apakah ini hanya sesederhana permasalahan komunikasi? Pak Kasim dan anaknya tidak berkomunikasi selayaknya anak dan bapak yang saling mencintai dalam kekurangan? lalu akan saling memahami? apakah ini sesederhana itu? atau lebih kompleks dari itu seperti laporan keuangan negara? 

...................

Pagi itu, sendu.
Tetap di kosan gang sempit ini.
Melanjutkan kebingungan, dalam memahami lika-liku hidup.


Nb: tulisan ini terinspirasi dari obrolan dengan Fahd Djibran semalam di Creative Space, D!YOURS HCD. Berdasarkan kisah nyata yang dialami Fahd Djibran.

Depok, 14 Maret 2013
Muhammad Maula Nurudin Alhaq

Read More

Pembenaran Passion



"Kak, lebih baik mengerjakan apa yang kita cintai atau berusaha mencintai apa yang kita kerjakan saat ini? Saya sedang dilema hal tersebut..."

Pertanyaan ini pernah ditanyakan oleh salah satu peserta di saat saya mengisi sebuah acara dengan tema "Passion: kuliah, bisnis, organisasi, dan dakwah". Saya mengerti maksud pertanyaannya berangkat dari mana, karena saya dulu pernah merasakan kebingungan tersebut dan timbul pertanyaan filosofis seperti itu.

Pertanyaan filosofis sebenarnya harus dijawab dengan paparan realitas dahulu, karena kadang yang bertanya ingin mencari pembenaran. Harus hati-hati dalam menjawabnya, apalagi kita mengerti kenapa dia bertanya seperti itu. Kalau saya jawab dengan jawaban filosofis yang berbunga-bunga, pasti dia akan senang, namun dia akan gamang dalam kondisi realitasnya yang padahal harus tetap dijalani.

Akhirnya saya jawab saja:
"Kamu nanya hal itu karena apa? kalau karena ada pekerjaan yang kamu nggak suka sekarang tapi kamu diwajibkan di situ, maka saya salah kalau menjawab "Kerjakan apa yang kamu cintai", walau saya daritadi membahas tentang passion yaitu apa yang kamu cintai, kerjakanlah... pasti kalau saya jawab itu, hati kamu senang dan ada alasan untuk mulai meninggalkan kerjaan yang sekarang, tapi itu bukan jawaban yang tepat, bisajadi nanti kamu ogah-ogahan di kerjaan yang nggak kamu sukai sekarang dan etos kerja kamu jadi turun. Pertanyaan kamu itu filosofis, jawabannya bisa bercabang. Tapi kamu harus berpijak dulu dengan kehidupan nyata: bahwa ketika kita hidup pasti selalu ada suka dan duka, ada yang kamu senangi ada yang kamu benci. Itulah proses kehidupan. Kamu pasti dalam hidup gak selamanya kan bahagia terus, seringkali sedih. Seringkali kamu nggak mendapat apa yang kamu inginkan. Nah, kamu harus sadar dulu di pemahaman awal ini, di kehidupan selalu ada dua sisi yang berlaku. Perihal kamu sekarang mempunyai kewajiban yang bisajadi kamu nggak sukai saat ini, itu harus kamu tuntaskan sampai masa amanah yang disepakati: anggaplah inilah bagian duka yang memang harus kamu jalani. Lalu, masih ada waktu kan untuk hal lain yang kamu senangi? nggak 24 jam kamu mengurus kewajiban tersebut? manfaatkan waktu-waktu itu. Perihal cape, sudah lelah, tidak mood lagi, ya kamu harus sadar, ketika kamu sudah dipercayakan di amanah tersebut maka kamu sudah berbeda dengan kamu yang dulu, pasti ada sisi kehidupan yang berubah drastis, maka resiko itu harus kamu bayar dengan mengurangi waktu tidur, mengurangi hal-hal yang nggak berguna, mengurangi ngumpul-ngumpul nggak jelas, dll. Dan, percayalah, yang menurut kamu beban saat ini sebenarnya sangat berharga nantinya, perjalanan waktu yang akan memberikan kamu jawaban dan pemahaman itu, maka jalani dengan sabar. Jadi, hiduplah dengan pemahaman dasar tentang hidup yang ada suka dan dukanya, dua-duanya pasti akan kamu temui. Lalu, pertanyaan-pertanyaan filosofis yang muncul seperti yang kamu tanyakan tadi jawablah dengan pemahaman dasar itu, hingga suatu saat kamu dapat menjawab sendiri pertanyaan itu dengan jawaban filosofis pula lewat pengalaman batin yang sudah kamu jalani. Ya... ini memang masalah waktu. Passion itu menemukannya harus banyak membuka pintu... pintu suka dan duka, harus kamu buka satu-satu... sampai ketemu kliknya, dan akan muncul pemahaman bahwa tidak ada yang sia-sia semua suka dan duka yang telah terlewati, semuanya terkoneksi dan jawabannya ada di masa depan, maka jalanilah. Sama seperti Steve Jobs, dia pernah belajar Kaligrafi, dan ilmu itulah yang mempunyai pengaruh besar pada produk-produk Apple. Ya, intinya: Jangan Manja. Kehidupan kampus tidak semengerikan kehidupan nyata di luar sana, maka, berlatihlah dulu untuk ditempa. Biar nanti jadi tanah liat yang bagus."



Depok, 11 Maret 2013
Muhammad Maula Nurudin Alhaq
t: @maulaozier ( https://twitter.com/maulaozier ) 
b: http://pekerjakreatif.blogspot.com/
Read More

Pengusaha Vs Pedagang


Diingat-ingat, ternyata saya berwirausaha sudah cukup lama juga, semenjak SD! Bisnis perdananya membuat rumah hantu di dalam rumah dan pelanggannya adalah anak-anak kecil di sekitar rumah, lumayan pendapatannya, satu bocah dikenakan 500 rupiah sekali masuk. Hingga akhirnya menjalarlah saya coba-coba berbagai peluang bisnis, dari jual minyak wangi di masjid sampai kini menangani beberapa proyek lumayan besar (ehem).

Oke, di tulisan ini sebenernya saya mau bahas mengenai perbedaan pedagang dan pengusaha. Memang beda ya? tergantung sih. Mungkin ini hanyalah perbedaan definisi atau menyangkut terminologinya. Namun, di tulisan ini, saya akan mengambil sudut pandang bahwa pedagang dan pengusaha mempunyai arti yang berbeda.

Kini, saya dapat mendefinisikan bahwa apa yang saya kerjakan saat SD dulu (-membuat rumah hantu) termasuk definisi pedagang. Saya menjual sesuatu, lalu dapat uang. Tidak ada sistem yang rumit, sesimpel menawarkan jasa hiburan dan ditukarkan dengan uang. Tentunya saat itu saya bukanlah pedagang yang sukses, karena bisnis itu tidak sustain, dulu hanya ingin mewujudkan imajinasi dan dapat uang saku berlebih, visinya sebatas itu. Akan berbeda artinya dengan pedagang yang sukses, ia dapat menjual produk secara kontinu. Contoh, ada teman saya yang punya online shop dan setiap bulan produknya laku; kontinu.

Saya pun pernah jadi pedagang; jualan minyak wangi, jualan kaset murottal, jualan burger, jualan laptop, jualan baju, dan banyak produk yang sudah saya jual. Ya, ada juga produk yang saya jual hingga menembus omset ratusan juta saat kuliah D3 dulu, tapi sekarang saya tahu, dulu saya adalah pedagang.

"Lalu, apa arti pengusaha bagi lu mol?"

Perubahan paradigma ini bermula ketika saya mengalami masa-masa sulit dalam berbisnis (baca: mengejar impian), itu sekitar tahun 2011. Saat itu seperti ada dinding besar di depan yang tak bisa dilewati. Entah kenapa, rasa-rasanya saat itu saya sudah menyerah dan merasakan impian yang dibangun hampir puluhan tahun hancur di hari itu. Padahal, semangat selalu ada, keyakinan untuk maju selalu ada, tekad tahan banting juga sudah diperjuangkan. Saya benar-benar bingung.

Akhirnya, jawaban itu saya dapatkan saat melanjutkan kuliah. Saya ternyata mengalami lack of knowledge. Di mana ketika seseorang seharusnya sudah berada di tahapan X, namun ia tidak bisa ke sana karena belum adanya pengetahuan untuk ke sana. Diam di tempat, atau lari-lari di tempat saja. Sedangkan visi kita sudah mencapai tahap Z, ini membuat diri menjadi stress sendiri. Bisnis yang bertepuk sebelah tangan.

Nah, saat melanjutkan kuliah di sekolah bisnis dan manajemen, saya mempelajari ilmu-ilmu fundamental dalam bisnis: Akuntansi, Keuangan, Manajemen SDM, Manajemen Operasi, Manajamen Pemasaran, dll. Benar-benar ilmu. Dan ilmu-ilmu itu jika tidak dipahami maka bisnis kita akan berjalan di situ-situ saja. Istilah teman saya, "Ilmu-ilmu yang sekarang lo pelajari itu jujur mol, mereka ilmu yang jujur dan wise, ketika lo gak menguasai mereka.. ya lo dan bisnis lo nggak bakal kemana-mana.. gue belajar gituan 4 tahun, bener-bener ilmu, bukan kulitnya.. bukan semangat-semangat doang..". Tercerahkanlah saya, jawaban yang dicari akhirnya ketemu. Beban-beban berat di pikiran dan di hati terasa mencair perlahan, tidak beku lagi. Ya, saya melihat visi yang tadinya sudah menggelap kini terang kembali.

Dari sinilah, saya akhirnya membedakan antara pedagang dan pengusaha. Pedagang itu seperti saya dulu, menjual banyak produk, dapat uang, dan terus berdagang entah sampai kapan. Sistemnya pun simpel. Saya ngerti keuangan dikit-dikit (tapi kalau dilihat dengan kacamata ilmu yang jujur tadi sangat memprihatinkan sebenarnya, ini pun dengan ilmu sotoy.. hehe..), diri juga merasa pasti bisa dengan ilmu dan semangat yang ada, pun merasa karena banyak kenalan pengusaha di luar sana pasti juga akan seperti mereka..

Akhirnya saya mulai memahami, mengapa orang-orang kaya makin kaya dan jumlah mereka sedikit. Mengapa banyak orang bisnisnya kok tidak cuma satu, dari bisnis makanan lari ke properti, investasi, dll. Mengapa harus belajar ini-itu lagi, padahal pendapatan perbulan dari jualan produk sudah lumayan kok. Saya jadi teringat kata-kata ini, "Istilah keuangan itu dibuat sulit, karena keuangan memegang peran paling fundamental dalam bisnis, dibuat sulit agar banyak orang malas mendekatinya dan yang ahli hanya sedikit.. yang sedikit itulah yang akan menguasai ekonomi dunia!". Ya, bahkan kalau pendekatannya dengan teori konspirasipun kita bisa mengerti, ilmu ini sengaja dibuat 'mengerikan' agar dijauhi, maka banyak yang mengalami 'lack of knowledge', lebih parahnya: tidak menyadarinya.

Oke, mungkin kita bahas yang lebih 'mikro'nya aja.. simpelnya kita permudah pemahaman perbedaan antara pedagang VS pengusaha ini dengan analogi.

Tahu pedagang bakso? ada kan kita kenal abang tukang bakso yang sudah jualan baksonya selama puluhan tahun masih begitu-begitu saja? masih memakai gerobak yang itu-itu saja dengan warna yang sama? dengan topinya yang sama? dengan tempat mangkalnya yang sama? Ya, saya menyebutnya pedagang.

Tapi pernah lihat juga kan seseorang yang mempunyai berbagai cabang restoran bakso? dulu hanya pedagang bakso, tapi setahun kemudian punya restoran bakso, dua tahun kemudian bukalah cabang di mana-mana, tahun berikutnya ia melakukan diversifikasi asset ke properti, emas, saham, dll. Nah, itulah yang saya maksudkan sebagai pengusaha.

Mengapa bisa berbeda? sampai saat ini jawaban yang saya temukan adalah karena perbedaan knowledgedi antara mereka. Semangat, keyakinan, dan tekad saya yakin antara pedagang bakso dan pengusaha bakso keduanya sama.

Jelas jawabannya semua orang juga tahu: "Knowledge, iya knowledge! gue juga tahu kalau itumah! Nggak usah dikasihtauin!". Tapi, walau sudah tahu banyak yang nggak sadar bahwa dirinya mengalami lack of knowledge. Dia merasa mengerti ilmu akuntansi, keuangan, manajemen, dll lewat seminar motivasi atau buku-buku saja. Tidak, tidak setipis itu ilmu untuk benar-benar jadi pengusaha.

Ya, saya setuju selain knowledge, kalau mau jadi pengusaha mentallah yang harus dibentuk atau jaringan yang harus makin diperluas, memang itu yang utama (berhubung saya juga dulu basicnya desain grafis jadi asing dan gak mau deket-deket sama istilah ekonomi yang bikin pusing). Tapi saya di sini coba menyampaikan dengan melihat dari sisi lain yang dirasa juga penting, agar apa yang saya alami saat dulu dapat dihindari dan lebih cepat sadar bahwa diri telah mengalami yang namanya: lack of knowledge.

Sebenarnya jujur, saya miris juga dengan diri saya dulu yang mungkin saat itu sudah mengalami gejala megalomania, "Ngapain gue belajar ekonomi, keuangan, dan hal-hal ribet lainnya bertahun-tahun... ikut seminar aja, atau tanya-tanya temen yang jurusan situ aja.. ntar juga ngerti sendiri kok... lulusan SD aja banyak yang sukses.. Steve Jobs aja D.O..". Ah, alasan yang sangat sesat pikir. Yasudahlah, semoga ini semua menjadi pelajaran. 

Lalu, pertanyaan terakhir... saat ini... kamu termasuk apa? pedagang atau pengusaha?

Depok, 14 Februari 2013
Muhammad Maula Nurudin Alhaq
t: @maulaozier (https://twitter.com/maulaozier) 
b: http://pekerjakreatif.blogspot.com/

Read More

Utopia Hebat

Kita ini hebat, tapi terkadang kita tidak tahu cara menggunakan kehebatan itu. Ya, begitulah...
Read More

Membunuh Malas

Ini adalah gambar yang menemani hari-hari saya dari kemarin. Yap, karya Mas Sweta ini entah kenapa punya kandungan mistis yang membuat diri ini terus semangat. Saya ini emang suka menunda-nunda pekerjaan, jadi butuh dorongan untuk bersegera menyelesaikan sesuatu. Terpilihlah gambar ini menjadi backgorund laptop. 

"Coba bilang "Males" Sekali lagi...!"

Ah, rasanya pedang itu ada di leher saya dan darah yang keluar itu terasa lho. Gambar ini membuat kebiasaan buruk menunda jadi berkurang 70%. Gak percaya? coba aja ganti background laptopnya. Kalau nggak ngaruh, ya berarti kamunya perlu dicolek pakai pedang beneran :p. Selamat bekerja! 
Read More

Lembur



Sudah hampir seminggu ini lembur terus, mengerjakan sebuah proyek Inkubasi Pelatihan: Writinc. Inkubasi untuk melahirkan Writerpreneur. Seru banget euy garapnya. Ini foto waktu hari ke-5 saat nginep bareng di kantor bareng temen-temen, "Bekerja Siang Malam, Demi Anak Istri". Hehe. Doakan lancar ya! agenda terdekat mau mengadakan free seminar dan Writinc Camp, pokoknya di awal 2013 ini insyaAllah banyak hal baru. Bismillah!
Read More

© 2011 Pekerja Kreatif, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena