kreatif pada tempatnya;

Tangga Kesadaran

Beberapa hari yang lalu, saya dan rekan kantor berkesempatan ke Palembang untuk mengisi Training tentang Branding, Packaging, dan Digital Marketing. Walau sempat kehilangan tas dan ketinggalan pesawat saat keberangkatan, namun alhamdulillah saat acara berlangsung tidak ada kejadian yang aneh-aneh seperti saat keberangkatan hehe.

Kali ini, saya tidak akan membahas tentang Training yang kami lakukan di Palembang, mungkin nanti akan ada tulisan lain. Saya tertarik untuk membahas tentang isi majalah yang disediakan oleh Lion Air. Ya, majalah yang biasanya diselipkan di kursi penumpang itu lho.

Di hari kepulangan saya ke Jakarta, tepatnya hari Jum'at, Lion Air boarding sekitar jam 13.15. Agak telat sedikit sih, akhirnya kami memasuki pesawat. Sambil menunggu take-off, saya pun iseng mengambil majalah Lion Air yang diselipkan di kursi penumpang di depan saya. Saya baca-baca sekilas dan mata saya terhenti pada sebuah artikel berjumlah dua halaman, saya pun membacanya. Pencerahan. Ya, saya mendapat pencerahan, walau sebenarnya itu hal sederhana yang sudah kita ketahui bersama, tapi di dalamnya ada pencerahan, mind blowing. 



Saya agak lupa sebenarnya dengan istilah-istilah yang dipakai oleh penulis di artikel tersebut, karena istilah psikologi. Tapi insyaAllah apa yang disampaikan bisa saya tangkap. So, saya akan coba untuk berbagi apa yang saya tangkap dari artikel itu dengan bahasa saya sendiri hehehe.

___________

Roy adalah seorang anak kuliah, ia mempunyai sebuah motor butut yang sangat ia sayangi. Kemana-mana, ia selalu bersama motor itu.. baik terik, hujan, panas, maupun badai. Ia tidak ada masalah walau kehujanan atau kepanasan, karena bagi Roy itu adalah petualangannya bersama motor kesayangan. Sampai di sini, Roy sudah nyaman dengan sang motor baik susah maupun senang ia terima dengan lapang dada.

Roy sekarang sudah lulus kuliah, ia sekarang bekerja. Motor bututnya masih menemani sampai saat ini. Namun, suatu saat ada perasaan minder dengan teman kantornya.. teman kantornya kebanyakan membawa mobil. Selain minder, ia juga berpikir lebih jauh bahwa nanti dia akan berkeluarga dan mempunyai anak. Tidak mungkin keluarganya akan berjubelan menaiki motor butut itu. Roy pun mulai menyicil mobil.

Sambil menyicil mobil, Roy juga mengikuti pelatihan mengemudikan mobil selama dua minggu. Awalnya ia kesusahan untuk menyalakan mobil, memasukkan gigi, dan bermain kopling. Apalagi berjalan mundur. Roy berlatih keras selama dua minggu. Akhirnya setelah dua minggu Roy bisa namun belum lancar-lancar banget. Masih sering kagok dan lupa nginjek kopling saat masukin gigi.

Berjalan dua sampai tiga bulan. Roy sekarang sudah mahir mengemudikan mobil. Bahkan, sambil menelpon dan BBMan pun ia bisa. Dia sekarang jadi raja jalanan, ngebut-ngebutan pun nggak masalah. Roy sekarang sudah mahir mengemudikan mobil, ia berhasil.

Dalam cerita Roy di atas, kita bisa membagi menjadi empat bagian hubungan kesadaran dengan keahlian yang kita miliki:

1. Tidak Sadar
Bagian ini adalah ketika manusia tidak sadar dengan kemampuan atau keahlian yang seharusnya dia miliki dan juga tidak mempunyai keahlian itu. Ia nyaman dengan dirinya yang saat ini. Seperti Roy, ia tetap bersama motor bututnya padahal ia harus mempunyai keahlian mengemudi mobil nantinya.

2. Baru Sadar
Di sini manusia mulai menyadari keahlian apa yang harus ia miliki karena lingkungan atau pengalaman yang telah dia lewati, namun ia belum mempunyai keahlian itu. Contohnya Roy, ia baru sadar bahwa dirinya harus memiliki keahlian mengemudi mobil karena minder sama teman-temannya (lingkungan) dan yang terpenting nanti ia akan berkeluarga, ia tidak mau keluarganya menderita menaiki motor butut, apalagi kalau nanti anaknya ada enam.

3. Menyadarkan Kesadaran
Roy baru sadar dia harus bisa mengemudi mobil, namun ia saat ini belum bisa mengemudikan mobil. Akhirnya ia tersadar harus mengambil les privat mengemudikan mobil, Roy pun mengambil program 2 minggu. Dalam kuadran 'Menyadarkan Kesadaran', manusia sudah mengetahui keahlian apa yang harus dimiliki dan mulai mempelajarinya namun ia masih sadar dalam menggunakan keahliannya tersebut. Bisa tapi belum ahli, masih perlu inget-inget kopling itu yang kanan atau yang kiri.

4. Bawah Sadar
Inilah kesadaran terakhir yang paling asyik. Manusia sudah mempunyai keahlian tersebut dan tidak sadar saat menggunakan keahlian tersebut. Seperti Roy, ia sudah bisa mengemudi sambil menelepon orang! Padahal dulu kepikiran punya mobil aja nggak. Meh.

Yap, seperti itulah tingkatan kesadaran yang sangat berhubungan dengan keahlian yang kita miliki: Tidak sadar, Baru Sadar, Menyadarkan Kesadaran, dan Bawah Sadar. Sebenarnya, keahlian ini tidak bersifat teknis saja (seperti mengemudi). Namun, keahlian yang dimiliki juga bersifat karakter, seperti menghilangkan rasa sombong, rasa bangga diri, sifat menyebalkan, pathetic, dll.

Kemarin, saya membuka arsip tulisan saya saat masa SMA dan awal kuliah. Saya dulu suka menulis cerita-cerita lucu. Saya baca beberapa tulisan-tulisan itu dan diri ini merasa 'kasihan' dengan Maula yang dulu, saya merasa tidak nyaman membacanya walau di beberapa bagian saya masih ketawa juga. Tapi ini tandanya ada proses kesadaran dalam diri saya, tandanya adalah saya bisa melihat Maula yang dulu dengan Maula yang sekarang telah ada perbedaan, itu yang saya rasa. 

Saya merasakan tulisan saya yang dahulu tidak dipikir secara panjang, asal ceplas-ceplos dan terlalu egoistik. Rasa arogan pun terasa kental sekali, reaktif, sombong, dan tidak dewasa sama sekali di beberapa bagian. Dan saya nggak sadar akan itu semua saat itu, saya merasa nyaman dengan kondisi tulisan yang seperti itu, bahkan bangga karena orang-orang mendukung tulisan saya yang bikin ngakak. Di kondisi ini, saya merasa utuh sebagai Maula, jadi tidak merasa harus ada yang diperbaiki.

Tidak. Saya sama sekali tidak menyesal dengan tulisan tersebut, karena itu adalah proses belajar kepenulisan saya. Saya adalah maula, bukan kesalahan itu. Kesalahan adalah peristiwa yang mendatangi Maula bukan Maulanya, Maula adalah wadah yang saat itu kesalahan sedang mengisinya, namun wadah itu bisa dilalui lagi dengan evaluasi diri, untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Kalau dilihat dari sisi 'belajar menulis', kegiatan belajar menulis saya (walau hancur-hancuran) nampaknya sudah ada sedikit kemajuan (hehehe amiin), karena saya sekarang sudah bisa menilai sedikit bahwa tulisan saya yang dulu banyak nggak jelasnya, plotnya ngawur, alurnya kemana-mana dan banyak salah EYD.





Namun, yang ingin saya tekankan sebenarnya masalah: arogan, sombong, reaktif, tidak dewasanya itu lho. 
Saya dulu Tidak Sadar bahwa saya seperti itu (sekarang masih juga sih -__-", makanya ingetin terus ya!). Saya Baru Sadar ketika diberitahu oleh orang lain yang waktu itu tersinggung sama saya. Dilalui juga oleh peristiwa besar yang membuka mata saya. Saya sadar, namun saya belum mempunyai keahlian untuk mengelola perasaan-perasaan nggak baik itu. Akhirnya saya mencoba untuk berubah, belajar dari orang-orang yang ahli dalam manajemen hati. Menyadarkan Kesadaran, melatih rasa, mencoba eling dan waspada, ngeh ketika ada bisikan yang mengarah ke kesombongan atau keegoisan sehingga bisa menepisnya. Susaaaah banget, tentunya sampai sekarang masih belajar. Sampai nanti saya bisa masuk ke tingkat Bawah Sadar, yaitu ketika mampu eling dan waspada terhadap anasir-anasir jahat itu sudah menjadi karakter saya. Wah, entah kapan itu... 

Ada juga studi kasus seorang presiden amerika dahulu. Saya lupa namanya. Ia adalah seorang pengacara yang mempunyai keahlian dalam fakta-fakta hukum, sehingga ia mampu menjatuhkan lawannya dengan keahlian yang dia punya. Tapi sifatnya yang menjatuhkan itu kurang disukai oleh rakyat tempat ia tinggal berada, karena basis di daerahnya masih banyak yang mendukung calon tandingannya. Akhirnya ia pun sadar apa keahlian yang harus dimilki untuk meluluhkan rakyat itu, ia harus menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih elegan yaitu lebih bijak dan bersahabat. Ia belajar untuk itu, mulai menghilangkan sifat arogannya, sampai ia mampu 'menyihir' tanpa sadar rakyat Amerika dan memilih dia menjadi seorang presiden.

Ataupun seperti yang Pak Rhenald Kasali lakukan kepada mahasiswanya. Mereka yang kaya disuruh ke pedesaan, mereka yang kurang mampu disuruh membuat passport untuk ke luar negeri. Untuk apa? ya, untuk menyadarkan mereka tentang suatu keahlian yang mereka belum punya dan hal itu hanya didapat ketika mereka 'ngeh' dulu (fase Baru Sadar). Berbahaya sekali jika manusia selalu berada pada tahap Tidak sadar, di sini manusia tidak akan pernah berubah, apalagi kalau lebih banyak sifat buruk yang ada dalam dirinya dan ia Tidak Sadar akan hal itu. Harus ada yang mengingatkan atau tunggu sampai Allah yang turun tangan untuk mengingatkan.

Sekarang kita sudah ngeh bahwa kehidupan kita ini adalah tingkatan-tingkatan kualitas kesadaran diri. Bisa jadi sebenarnya sekarang ini kita banyak dibenci orang tapi kita nggak sadar karena orang lain diam saja akibat merasa nggak enak untuk mengingatkan, maka mulai dari diri kita saja untuk terbuka dengan masukan atau kritikan orang, carilah orang yang objektif atau bahkan langsung tanya saja dengan orang yang membenci kita, karena Kritik orang yang membenci kita adalah ungkapan terjujur mengenai diri kita walau harus siap untuk meluaskan hati menerima sakitnya dikritik, tapi itu lebih baik kan daripada kita nggak sadar bahwa kita arogan, sombong, pathetic, alay, nggak jelas, dan menyebalkan? hehe...

Kita ini bagaikan berada dalam tangga-tangga, berdiri membelakangi orang-orang yang ada di atas kita. Kita tidak bisa melihat orang yang ada di atas kita karena mata kita ke bawah tangga, namun orang di atas kita bisa melihat diri kita karena berada di atas kita. Ya, kita harus belajar kepada orang-orang yang sudah lebih dahulu melewati tangga yang sekarang kita pijak. Agar kesadaran kita meningkat. Agar keahlian kita bertambah.

Jadi, jangan bingung lagi ya kalau kita sekarang merasa banyak dibenci orang dan orang-orang nggak mau dekat-dekat kita atau merasa diri kok nggak maju-maju. Itu tanda kita nggak sadar dengan kita sendiri dan nyaman dengan ketidaknyaman kita, harus ada kesadaran untuk memulai dan memiliki keahlian menyadarkan diri tersebut.

Semoga bermanfaat, dan mohon kritikannya kepada guru-guru yang sekarang sedang melihat saya di atas tangga itu. :)


Depok, 8 Juli 2012
Muhammad Maula Nurudin Alhaq
@maulaozier
http://pekerjakreatif.blogspot.com/

0 komentar:

© 2011 Pekerja Kreatif, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena